Jumat, 20 Mei 2011

MENGAPA MENGGUNAKAN HISAB ............?

Oleh : Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)

PERTANYAAN : 

Mohon maaf, saya besar dan hidup di lingkungan Muhammadiyah, namun ada yang sedikit mengganjal tentang penetapan awal puasa dan lebaran. Kenapa lebih mengutamakan dengan hisab bukan dengan melihat hilal. Ya walaupun saya juga sadar ilmu astronomi berkembang pesat, namun ilmu yang terbaik adalah ilmu yang datang dari sisi Allah yang diajarkan oleh baginda Rasulullah saw. Hasil dari melihat secara langsung hilal dibanding dengan perkiraan bukankah lebih mantap dengan melihat hilal? Mohon maaf, saya ini hamba Allah yang masih fakir ilmu. Jika saya salah, tolong diingatkan.
 
Pembaca lainnya menulis, “Menurut saya khusus untuk 10 Dzulhijjah walaupun sudah ada perhitungan tepat, pada waktunya ikutin saja pelaksanaan ibadah haji. Kalo jamaah haji wukuf hari Senin, ya Selasanya Idul Adha. Wallahu a'lam.”
 
JAWABAN :

Apa yang dikemukakan oleh kedua penanggap di atas bukanlah perasaan pribadi, melainkan merupakan pandangan banyak orang, bahkan di tingkat dunia. Pada berbagai konferensi dan pertemuan internasional tentang hisab dan rukyat masalah tersebut selalu muncul. Terakhir dalam Konferensi Astronomi Emirat Kedua
yang dilaksanakan awal Juni baru lalu, salah seorang pembicara, yakni Dr. Nidhal Guessoum, menyatakan bahwa kita harus membuat kalender hijriah bizonal (kalender hijriah yang membagi dunia menjadi dua zona penanggalan) demi menghindari memasuki bulan kamariah baru, tanpa terjadinya rukyat di dunia Islam[walaupun yang beliau maksud dengan rukyat bukan rukyat sesungguhnya karena rukyat sesungguhnya tidak bisa membuat kalender, tetapi maksudnya adalah hisab imkanu rukyat]. Jadi aspirasi rukyat masih melekat kuat pada banyak orang. Begitu pula pandangan mengikuti Arab Saudi, juga banyak diamalkan. Pemerintah Mesir, misalnya, khusus untuk bulan Zulhijah mengikuti Arab Saudi karena haji dan puasa Arafah. Akan tetapi untuk Ramadan, Idulfitri dan bulan-bulan lain Mesir membuat penetapan sendiri yang bisa saja berbeda dengan Arab Saudi. Barangkali penanggap di atas pernah atau sedang kuliah di sana.
Kembali ke persoalan kita, akan halnya ilmu Allah yang diturunkan kepada dan diajarkan oleh baginda Rasulullah saw haruslah difahami secara kaffah, tidak hanya sebagian-sebagian. Di dalam ilmu Allah yang diajarkan oleh baginda Rasulullah saw itu ada perintah-perintah dan larangan-larangan. Perintah dan larangan itu ada yang tidak berilat (tidak berkausa, tidak disertai keterangan sebab/alasan) dan ada yang berilat. Perintah Rasulullah saw agar salat zuhur empat rakaat dan salat subuh dua rakaat, misalnya, tidak ada kausanya (ilatnya) mengapa penetapan baginda itu demikian. Kalau dipikir-pikir menurut akal, mestinya salat zuhurlah yang dua rakaat karena biasanya para pekerja di pabrik atau di kantor mempunyai waktu istirahat siang hanya singkat, terkadang tidak cukup untuk salat dan makan siang ditambah mengaso sedikit. Sebaliknya di subuh hari orang masih punya banyak waktu dan sekalian sambil olah raga, sehingga mestinya rakaat salatnya lebih banyak. Itu semua menurut akal. Perintah baginda tersebut tidak dapat diakal-akali, karena merupakan perintah yang tidak berilat, dan semua orang harus menjalankan apa adanya sesuai perintah itu. Kata Imam al-Gazzali, ketentuan tak berilat ini kebanyakannya dalam hal-hal ibadah, walaupun ada juga dalam selain ibadah. Macam kedua perintah dan larangan itu adalah perintah dan larangan yang berilat, yaitu ada keterangan sebab (alasan) mengapa diperintahkan atau dilarang seperti itu. Ilat perintah atau larangan itu ada yang disebutkan secara bersamaan dengan penyebutan perintah atau larangannya, dan ada pula yang disebutkan terpisah, bahkan ada yang tidak disebutkan sama sekali, namun dapat ditemukan melalui ijtihad. 

Contoh ilat yang disebutkan bersamaan adalah ilat kebolehan tidak berpuasa Ramadan di bulan Ramadan. Ilatnya ialah bepergian (safar) atau sakit. Ilat safar dan sakit ini disebutkan mengiringi perintah puasa Ramadan. Sedangkan ilat yang disebutkan terpisah, dan ini yang penting di sini, contohnya adalah ilat perintah rukyat. Perintah rukyat disebutkan dalam hadis, “Berpuasalah kamu karena telah melihat hilal, dan beridulfitrilah karena telah melihat hilal” [Diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis]. Ilat perintah rukyat ini disebutkan terpisah dalam hadis lain, walaupun keduanya masih sama-sama dalam kitab puasa. Hadis yang menerangkan ilat
perintah rukyat itu adalah sabda Rasulullah saw, “Sesungguhnya kami ini adalah umat yang ummi, dalam arti tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab” [riwayat jamaah ahli hadis]. Menurut ulama-ulama besar seperti Syeikh Muhammad Rasyid Rida, Mustafa az-Zarqa, dan Yusuf al-Qaradawi perintah rukyat (melihat hilal) itu adalah perintah berilat dan ilatnya adalah karena umat pada umumnya di zaman Nabi saw adalah ummi, yakni belum mengenal tulis baca dan belum bisa melakukan perhitungan hisab. Untuk mengetahui pendapat ketiga ulama ini baca terjemahannya dalam edisi ke-2 dari buku Muhammad Rasyid Rida dkk., Hisab Bulan Kamariah: Tinjauan Syar‘i tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah, diterbitkan
oleh Penerbit Suara Muhammadiyah, 2009. Menurut Rasyid Rida lebih lanjut, adalah tugas Rasulullah saw untuk membebaskan umatnya dari keadaan ummi itu dan beliau tidak boleh membiarkan mereka terus dalam keadaan ummi tersebut. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah, “Dia-lah yang telah mengutus kepada kaum yang ummi seorang rasul dari kalangan mereka sendiri untuk membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan kebijaksanaan. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata” [Q. 62:2]. Dari kenyataan ini kemudian Rasyid Rida menyimpulkan bahwa “hukum keadaan ummi berbeda dengan hukum keadaan telah mengetahui baca-tulis dan kebijaksanaan.”Maksud beliau adalah bahwa pada zaman di mana orang belum dapat melakukan perhitungan hisab, seperti di zaman Nabi saw, maka digunakan rukyat karena itulah sarana yang tersedia dan mudah pada zaman itu. Akan tetapi setelah masyarakat mengalami perkembangan peradaban yang pesat di mana penguasaan astronomi sudah sedemikian canggih, maka tidak diperlukan lagi rukyat. Ini sejalan pula dengan kaidah hukum Islam yang menyatakan, “Hukum itu berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat.” Artinya apabila hisab belum bisa dilakukan karena belum ada yang menguasainya, maka digunakan rukyat. Akan tetapi setelah umat tidak lagi ummi di mana penguasaan astronomi telah maju dan dapat diterapkan secara akurat, maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Kita cukup menggunkan hisab. Bahkan Syeikh Ahmad Syakir seorang ahli hadis – yang oleh al-Qaradawi dikatakan sebagai seorang salafi tulen yang biasanya hanya mengamalkan hadis secara harfiah menegaskan, “Pada waktu itu adalah saya dan beberapa kawan saya termasuk orang yang menentang pendapat Syaikh Akbar itu [yakni Syeikh al-Maraghi yang berpandangan hisab, pen.]. Sekarang saya menyatakan bahwa ia benar, dan saya menambahkan: wajib menetapkan hilal dengan hisab dalam segala keadaan, kecuali di tempat tidak ada orang yang mengetahui ilmu itu.” Rasyid Rida, az-Zarqa, dan al-Qaradawi menyatakan bahwa rukyat itu bukan bagian dari ibadah itu sendiri dan bukan tujuan syariah, melainkan hanya sarana (wasilah) saja. Oleh karena itu apabila kita telah menemukan wasilah yang lebih akurat, maka kita harus menggunakan sarana yang lebih akurat tersebut. Secara khusus al-Qaradawi menegaskan, “mengapa kita tetap jumud harus bertahan dengan sarana yang tidak menjadi tujuan syariah sendiri.”
Apabila kita mengamati semangat al-Quran, kita melihat bahwa kitab suci ini memerintahkan pengorganisasian waktu secara cermat karena kalau tidak akan menimbulkan kerugian (Q. 103: 1-3). Tetapi kitab ini tidak hanya memerintahkan melakukan pengorganisasian waktu saja secara cermat, tetapi juga memberi beberapa petunjuk pokok tentang caranya. Yaitu dengan mengamati langit dan berbagai benda langit yang ada. Dalam kaitan ini Allah menegaskan bahwa Matahari dan Bulan itu dapat diprediksi dan dihitung geraknya [Q. 55: 5]. Ini bukan hanya sekedar penegasan deklaratif semata, melainkan merupakan pernyataan imperatif yang memerintahkan supaya dilakukan perhitungan karena banyak kegunaannya bagi kehidupan manusia. Antara lain kegunaannya adalah untuk mengetahui bilangan tahun dan penandaan waktu [Q. 10: 5]. Oleh karena itu tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa semangat al-Quran sendiri adalah hisab, bukan rukyat. Hal ini membawa seorang ulama Yordania, Syeikh Syaraf al-Qudhah, kepada kesimpulan bahwa, “Pada asasnya penentuan awal bulan adalah dengan hisab.”
Jadi demikianlah ilmu Allah yang diajarkan oleh baginda Rasulullah saw sebagaimana difahami oleh ulama-ulama tersebut. Sekarang kita lanjutkan, selain alasan sayr’i di atas masih ada sejumlah alasan ilmiah dan praktis. 
Pertama,
pengamalan rukyat mengakibatkan tidak bisa membuat sistem penanggalan. Alasannya sederhana, yakni awal bulan baru, baru bisa diketahui pada h-1 dan tidak bisa diketahui jauh hari sebelumnya. Menurut Prof. Dr. Idris Bensari, Ketua Asosiasi Astronomi Maroko, umat Islam sampai hari ini belum dapat membuat suatu sistem penanggalan yang akurat dan berlaku secara terpadu bagi seluruh umat Islam dunia disebabkan oleh kuatnya umat Islam berpegang kepada rukyat. Penggunaan rukyat telah mengakibatkan timbul beberapa masalah sivil dan agama. Kaum minoritas Muslim pekerja di Eropa dan Amerika tidak dapat meminta cuti hari raya (id), karena setiap kali mereka mengajukannya ke perusahaan tempat mereka bekerja, mereka ditanya tanggal berapa id itu jatuh, agar bisa disiapkan pengganti mereka hari itu, mereka tidak dapat memberikan jawaban pasti, karena jatuhnya hari id itu baru dapat ditentukan sehari sebelumnya melalui rukyat dan tidak dapat ditentukan jauh hari sebelumnya karena tidak ada kalender yang pasti. Karena tidak dapat memberikan kepastian mereka tidak dapat diberi cuti.
Kedua, rukyat tidak dapat menyatukan tanggal dan karenanya tidak dapat menyatukan momen-momen keagamaan umat Islam di seluruh dunia dalam hari yang sama. Sebaliknya rukyat memaksa umat Islam untuk berbeda hari selebrasi momen keagamaan mereka. Hal itu karena pada hari terjadinya rukyat awal bulan baru, rukyat itu terbatas jangkauannya dan tidak meliputi seluruh permukaan bumi. Akibatnya ada bagian muka bumi yang sudah berhasil rukyat, dan ada bagian muka bumi yang tidak dapat merukyat. Yang sudah berhasil rukyat memasuki bulan baru malam itu dan keesokan harinya, sedang yang belum dapat merukyat memasuki bulan baru lusa, sehingga terjadilah perbedaan hari raya misalnya. 
Untuk dapat melihat kenyataan ini, mari kita lihat beberapa proyeksi dan visualisasi rukyat ke atas
peta bumi, seperti berikut [perhitungan dan peta dibuat berdasarkan al-Mawaqit ad-
Daqiqah].
Ditambah lagi dengan hadis Kuraib yang terkenal itu yang menyatakan bahwa rukyat tidak dapat ditranfer ke kawasan yang tidak berhasil merukyat seperti rukyat Damaskus tidak dapat ditransfer ke Madinah sebagaimana ditegaskan dalam hadis tersebut meskipun kedua kota itu waktu itu satu negara. Oleh karena itu timbul perbedaan pendapat di kalangan para ulama pendukung rukyat tentang boleh atau tidaknya transfer rukyat, dan kalau boleh sejauh mana. Ada yang mengatakan rukyat dapat ditransfer (diberlakukan ke daerah yang tidak bisa merukyat) sejauh batas salat belum dapat diqasar. Ada yang berpendapat boleh ditransfer ke negeri berdekatan, bahkan ada yang berpendapat boleh transfer rukyat ke seluruh dunia, walapun pendapat ini secara astronomis adalah mustahil. Di zaman modern, para pendukung kalender bizonal (kalender yang membagi dunia ke dalam dua zona tanggal dan kalender yang disemangati rukyat) membolehkan transfer rukyat dalam satu zona tanggal (separoh muka bumi, karena transfer ke seluruh muka bumi mustahil). Jadi apabila rukyat terjadi di suatu tempat di zona barat, rukyat itu dapat diberlakukan ke seluruh zona itu, dan tidak dapat diberlakukan ke zona timur. Akibatnya tanggal antara kedua zona itu tidak bisa disatukan, timbul masalah puasa Arafah seperti akan dijelaskan. Itulah problematika rukyat. Metode ini tidak dapat menyatukan kalender Islam secara menyeluruh dengan mencakup seluruh dunia. Karena itu dalam Temu Pakar II tahun 2008 para peserta yang hadir menyimpulkan bahwa untuk menyatukan kalender umat Islam sedunia tidak ada jalan lain kecuali menggunakan hisab.
Ketiga, rukyat menimbulkan problem pelaksanaan puasa Arafah, karena rukyat itu terbatas liputannya. Bisa terjadi bahwa di Mekah belum ada rukyat sementara di daerah lain (sebelah barat) sudah terjadi rukyat. Atau di Mekah sudah terjadi rukyat sementara di kawasan lain (sebelah timur) belum terjadi rukyat.
Problemnya adalah bahwa rukyat dapat menyebabkan orang di kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Iduladha di kawasan ujung barat itu dan puasa pada hari raya dilarang. Bagi kawasan di sebelah timur Mekah, problemnya adalah bisa jadi hari wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan tanggal 8 Zulhijah di kawasan ujung
timur bumi. Hal ini dapat dilihat pada contoh kasus Zulhijah 1439 H dan 1455 H pada
hilal Zulhijah 1439 H pada Sabtu sore 11-08-2018 M hanya terlihat pada kawasan kecil dari muka bumi, yaitu di Samudera Pasifik sebelah timur Garis Tanggal Internasional (GTI). Rukyat tersebut pada hari Sabtu tidak mencapai daratan benua Amerika. Rukyat hanya dapat terjadi pada sore itu di Kepulauan Hawai dan pulau-pulau lain di Pasifik sebelah timur GTI. Di ibukota Honolulu ketinggian Bulan sore Sabtu tersebut 09º 7’ 49”. Jadi sudah cukup tinggi untuk dapat dirukyat. Ini artinya orang-orang Muslim di Negara Bagian Hawaii itu memasuki tanggal 1 Zulhijah 1439 H pada hari Ahad 12-08-2018 M, dan tanggal 9 Zulhijah (hari puasa Arafah) jatuh hari Senin 20-08-2018 M dan 10 Zulhijah (hari Iduladha) jatuh hari Selasa 21-08-2018 M. Sementara itu Mekah pada hari Sabtu sore belum bisa merukyat meskipun bulan sudah di atas ufuk, karena posisinya masih amat rendah, yaitu 02º 12’ 27”. Data astronomis Bulan pada sore Sabtu 11-08-2018 M di Mekah itu belum memenuhi kriteria Istambul 1978 dan kriteria paling mutakhir dari Audah. Bahkan diteropong pun juga belum akan terlihat. Ini artinya Mekah akan memasuki 1 Zulhijah lusa hari konjungsi, yaitu pada hari Senin 13-08-2018 M, dan 9 Zulhijah (wukuf) jatuh hari Selasa 21-08-2018 M dan 10 Zulhijah (hari Iduladha) jatuh pada hari Rabu 22-08- 2018 M. Jadi dalam kasus ini hari Arafah di Mekah yang jatuh hari Selasa 21-08-2010 M bersamaan dengan Iduladha di Hawaii, sehingga orang Muslim di sana tidak mungkin melaksanakan puasa Arafah sebab berpuasa pada hari raya dilarang hukumnya [tentang hari Arafah di Mekah jatuh bersamaan dengan Iduladha di zona barat baca dalam website Perserikatan Muhammadiyah dua artikel, yaitu: KORESPONDENSI KALENDER HIJRIAH INTERNASIONAL: DARI JAMALUDDIN KEPADA SYAMSUL ANWAR, dan satu lagi DARI SYAMSUL ANWAR KEPADA JAMALUDDIN].
Jadi rukyat menyebabkan umat Islam di kawasan waktu ujung barat tidak dapat melaksanakan puasa Arafah. Inilah mengapa rukyat terpaksa harus ditinggalkan. Oleh karena itu pula kita tidak dapat dengan enteng mengatakan bahwa untuk haji, bila di Mekah jamaah haji wukuf, maka kita puasa Arafah dan besoknya lebaran haji. Kalau orang di kawasan zona waktu barat menunda masuk bulan Zulhijah yang hilalnya sudah terpampang di ufuk mereka demi menunggu Mekah, maka ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau, serta melanggar ketentuan bahwa “apabila kamu telah melihat hilal puasalah, dan apabila kamu
melihatnya berharirayalah.”
Kasus paralel ditampilkan oleh ragaan 3 di atas. Sebalik dari ragaan 2, pada ragaan 3 rukyat Zulhijah 1455 H sudah dimungkinkan di Mekah bilamana cuaca terang dan baik pada hari Ahad 19-02-2034 M dengan ketinggian Bulan 06º 35’ 12” dan busur rukyat (arc of vision) 08º 16’ 32”. Data ini telah memenuhi kriteria rukyat Istambul 1978 dan kriteria Audah. Jadi Mekah memasuki 1 Zulhijah 1455 H pada hari Senin 20-02-2034 M, 9 Zulhijah 1455 H pada hari Selasa 28-02-2034 M dan 10 Zulhijah (Iduladha) pada hari Rabu 1 Maret 2034 M. Sementara itu di Indonesia belum dimungkinkan rukyat pada hari Ahad 19-02-2034 M itu karena posisi hilal masih rendah, di Pelabuhanratu baru 03º 02’ 19”. Ketinggian ini menurut kriteria internasional belum memungkinkan rukyat, sehingga Indonesia akan memasuki 1 Zulhijah pada hari Selasa 21-02-2034, 9 Zulhijah jatuh hari Rabu 1 Maret 2034 M, dan iduladha jatuh kamis 2 maret 2034 M. Dari sini terlihat bahwa hari Arafah di Mekah (Selasa 28-02-2034 M) jatuh bersamaan 8 Zulhijah di Indonesia. Di sini timbul pertanyaan apa orang puasa Arafah tanggal 8 Zulhijah? Inilah problem rukyat yang tidak dapat menyatukan tanggal secara global. Mengenai rukyat untuk ketinggian Bulan 3º seperti di atas, di Indonesia biasanya diyakini ketinggian demikian memungkinkan rukyat. Akan tetapi kajian ilmiah tidak menunjukkan demikian. Seorang dosen ilmu falak mengatakan bahwa selama 7 tahun pengalamannya merukyat di Obsevatorium Bosscha belum pernah terjadi bahwa bulan berketinggian kurang dari 5º dapat dirukyat.
Memang sering ada klaim rukyat padahal posisi Bulan masih amat rendah, bahkan masih di bawah ufuk. Hasil penelitian ilmiah menunjukkan bahwa memang ada dorongan psikologis untuk cepat-cepat melihat hilal sehingga terjadi halusinasi di mana orang merasa melihat hilal padahal hilal sesungguhnya belum ada. Ini terjadi di berbagai negeri baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Arab Saudi penelitian tentang 45 kali Ramadan sejak Ramadan 1380 H sampai dengan Ramadan 1425 H, menunjukkan bahwa dari 45 kali Ramadan itu ternyata 29 kali hilal masih di bawah ufuk tetapi diklaim telah terukyat. Penetapan Zulhijah beberapa tahun terakhir juga ternyata Bulan masih di bawah ufuk. Pada tahun 1428 H (2007 M) penetapan Zulhijah Arab Saudi oleh Majlis al-Qadla’ al-A’la mendapat kecaman teramat pedas dari Islamic Crescents’ Observation Project (ICOP) dan diminta untuk mencabut penetapan tersebut. [Mengenai rukyat Saudi lihat dalam website ini artikel berjudul  RUKYAT SAUDI, PUASA ARAFAH, DAN MENDESAKNYA PEMBUATAN KALENDER ISLAM TERPADU]. Kenyataan-kenyataan di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat
memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras di seluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian sistem waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan kuat agar kita memegangi hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Seruan ini masih belum banyak disadari lapisan luas masyarakat Muslim karena kekurangan wawasan dan hanya berpegang kepada tradisi yang diwarisi beberapa abad dari zaman lampau. Kenyataan di atas juga menunjukkan bahwa penyatuan penanggalan Islam tidak hanya cukup pada tingkat nasional masing-masing negara, karena adanya masalah puasa Arafah yang menyangkut lintas negara. Penyatuan penanggalan secara nasional saja belum sungguh-sungguh menyatukan karena ada masalah puasa Arafah. Oleh karena itu penyatuan penanggalan Islam itu harus internasional.
Sebagai catatan akhir dapat disimpulkan bahwa metode rukyat tidak dapat menyatukan penanggalan umat Islam dan menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah. Ini artinya kita harus menggunakan hisab. Oleh karena itu marilah kita coba melapangkan dada dan menengok permasalahannya secara luas baik dari segi dalil-dalil nas al-Quran dan hadis maupun dari segi ilmu astronomi yang juga merupakan ilmu Allah “yang diuraikannya untuk menguak ayat-ayat-Nya bagi kaum yang mengetahui” [cf. Q. 10:5]. [Untuk melengkapi bacaan ini baca juga dalam website ini PUASA, IDULFITRI DAN HISABRUKYAT].
Kalasan, Yogyakarta, 18 Syakban 1431 H
30 Juli 2010 M

Rabu, 11 Mei 2011

PERMENPAN TTG ANGKA KREDIT PENGAWAS SEKOLAH

MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
NOMOR 21 TAHUN 2010
TENTANG
JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS SEKOLAH
DAN ANGKA KREDITNYA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI NEGARAPENDAYAGUNAANAPARATURNEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI,
Menimbang ' : a. bahwa Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Negara Nomor
91 IKEPIM.PANI1012001 tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya sudah tidak sesuai dengan
perkembangan profesi dan. tuntutan kompetensi Pengawas
Sekolah;
b. bahwa sehubungan dengan ha1 tersebut perlu mengstur kembali
jabatan fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1974
Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 3041), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 3890);
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2003 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4301);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahati
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2005 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4586);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang
Pemberhentianlpemberhentian Sementara Pegawai Negeri
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1966 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 2797);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Gaji Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1997
Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 3098), sebagaimana telah dua belas kali diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2010 (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2010 Nomor 31);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 3547), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2010 (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2010 Nomor 51, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5121);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan
Pangkat Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2000 Nomor 196, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 4017), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran
Negara Republik lndonesia Tahun 2002 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 41 93);
14.
15.
16.
Memperhatikan : 1.
2.
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan
dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2000 Nomor 198, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4019);
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang
Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2003 Nomor
15, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor
4263), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2009 Nomor 164);
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik lndonesia
Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 4496);
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 194,
Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4941);
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 5135);
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara;
Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun
Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil;
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai
pengangkatan Kabinet lndonesia Bersatu 11;
Usul Menteri Pendidikan Nasional dengan surat Nomor
10124/F/LL/2010 tanggal 6 Juli 201 0;
Pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara dengan surat
Nomor 87/SWTU/X1/10 tanggal 16 November 201 0;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR
NEGARA DAN REFORMASI BlROKRASl TENTANG JABATAN
FUNGSIONAL PENGAWAS SEKOLAH DAN ANGKA KREDITNYA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi ini yang dimaksud dengan:
1. Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional
yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan
wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik
dan manajerial pada satuan pendidikan.
2. Pengawas Sekolah adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diberi
tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melaksanakan pengawasan akademik dan
manajerial pada satuan pendidikan.
3. Satuan pendidikan adalah taman kanak-kanaklraudhatul athfal,
sekolah dasarlmadrasah ibtidaiyah, sekolah menengah
pertamalmadrasah tsanawiyah, sekolah menengah ataslmadrasah
aliyah, sekolah menengah kejuruanlmadrasah aliyah kejuruan,
pendidikan luar biasa atau bentuk lain yang sederajat.
4. Kegiatan pengawasan adalah kegiatan pengawas sekolah dalam
menyusun program pengawasan, melaksanakan program
pengawasan, evaluasi hasil pelaksanaan program, dan
melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru.
5. Pengembangan profesi adalah kegiatan yang dirancang dalam
rangka pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, sikap dan
keterampilan untuk peningkatan profesionalisme maupun dalam
rangka menghasilkan sesuatu bermanfaat bagi pendidikan
sekolah.
6. Tim Penilai jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah tim yang
dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit dan bertugas menilai prestasi kerja
Pengawas Sekolah.
7. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan danlatau
akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh
seorang Pengawas Sekolah dalam rangka pembinaan karier
kepangkatan dan jabatannya.
8. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
9. Daerah khusus adalah daerah yang terpencil atau terbelakang,
daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah
perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana
alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan
darurat lain.
BAB II
RUMPUN JABATAN, BIDANG PENGAWASAN, KEDUDUKAN,
TUGAS POKOK, DAN BEBAN KERJA
Pasal 2
Jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah jabatan fungsional yang
termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya.
Pasal 3
Bidang pengawasan meliputi pengawasan taman kanakkanaklraudhatul
athfal, sekolah dasarlmadrasah ibtidaiyah,
pengawasan rumpun mata pelajaranlmata pelajaran, pendidikan luar
biasa, dan bimbingan konseling.
Pasal 4
(1) Pengawas Sekolah berkedudukan sebagai pelaksana teknis
fungsional di bidang pengawasan akademik dan manajerial pada
sejumlah satuan pendidikan yang ditetapkan.
(2) Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh Guru yang
berstatus sebagai PNS.
Pasal5
Tugas pokok Pengawas Sekolah adalah melaksanakan tugas
pengawasan akademik dan manajerial pada satuan pendidikan yang
meliputi penyusunan program pengawasan, pelaksanaan pembinaan,
pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan,
penilaian, pembimbingan dan pelatihan professional Guru, evaluasi
hasil pelaksanaan program pengawasan, dan pelaksanaan tugas
kepengawasan di daerah khusus.
(1) Beban kerja Pengawas Sekolah adalah 37,5 (tiga puluh tujuh
setengah) jam perminggu di dalamnya termasuk pelaksanaan
pembinaan, pemantauan, penilaian, dan pembimbingan di sekolah
binaan.
(2) Sasaran pengawasan bagi setiap Pengawas Sekolah
sebagaimana dimaksud pada ayat (I)ad alah sebagai berikut:
a. untuk taman kanak-kanaklraudathul athfal dan sekolah
dasarlmadrasah ibtidaiyah paling sedikit 10 satuan pendidikan
danlatau 60 (enam puluh) Guru;
b. untuk sekolah menengah pertamalmadrasah tsanawiyah dan
sekolah menengah ataslmadrasah aliyahlsekolah menengah
kejuruanlmadrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan
pendidikan danlatau 40 (empat puluh) Guru mata
pelajaranlkelompok mata pelajaran;
c. untuk sekolah luar biasa paling sedikit 5 satuan pendidikan
danlatau 40 (empat puluh) Guru; dan
d. untuk pengawas bimbingan dan konseling paling sedikit 40
(empat puluh) Guru bimbingan dan konseling.
(3) Untuk daerah khusus, beban kerja pengawas sekolah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit 5 (lima)
satuan pendidikan secara lintas tingkat satuan dan jenjang
pendidikan.
BAB Ill
KEWAJIBAN, TANGGUNGJAWAB DAN WEWENANG
Kewajiban Pengawas Sekolah dalam melaksanakan tugas adalah:
a. menyusun program pengawasan, melaksanakan program
pengawasan, melaksakan evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan dan membimbing dan melatih profesional Guru;
b. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
c. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, nilai
agama dan etika; dan
d. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Pengawas Sekolah bertanggungjawab melaksanakan tugas pokok dan
kewajiban sesuai dengan yang dibebankan kepadanya.
Pengawas Sekolah berwenang memilih dan menentukan metode kerja,
menilai kinerja Guru dan kepala sekolah, menentukan danlatau
mengusulkan program pembinaan serta melakukan pembinaan.
BAB IV
INSTANSI PEMBINA DAN TUGAS INSTANSI PEMBINA
Pasal 10
lnstansi pembina jabatan fungsional Pengawas Sekolah adalah
Kementerian Pendidikan Nasional.
Pasal 11
lnstansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib
melakukan tugas pembinaan, yang antara lain meliputi:
a. penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan jabatan fungsional
Pengawas Sekolah;
b. penyusunan pedoman formasi jabatan fungsional Pengawas
Sekolah
c. penetapan standar kompetensi jabatan fungsional Pengawas
Sekolah;
d. pengusulan tunjangan jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
e. sosialisasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah serta petunjuk
pelaksanaannya;
f. penyusunan kurikulum pendidikan dan pelatihan fungsionallteknis
fungsional Pengawas Sekolah;
g. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan fungsionallteknis
fungsional Pengawas Sekolah;
h. pengembangan sistem informasi jabatan fungsional Pengawas
Sekolah;
i. fasilitasi pelaksanaan jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
j. fasilitasi pembentukan organisasi profesi dan penyusunan kode
etik jabatan fungsional Pengawas Sekolah;
k. melakukan koordinasi antara instansi pembina dengan instansi
pengguna dalam pelaksanaan berbagai pedoman dan petunjuk
teknis; dan
I. melakukan pemantauan dan evaluasi jabatan fungsional
Pengawas Sekolah.
BAB V
UNSUR DAN SUB UNSUR KEGIATAN
Pasal 12
Unsur dan sub unsur kegiatan Pengawas Sekolah yang dinilai angka
kreditnya adalah:
a. Pendidikan, meliputi:
1. mengikuti pendidikan sekolahlmadrasah dan memperoleh
gelarlijaza h;
2. pendidikan dan pelatihan (diklat) fungsional calon Pengawas
Sekolah dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan
Pelatihan (STTPP); dan
3. mengikuti diklat fungsional Pengawas Sekolah serta
memperoleh STTPP.
b. Pengawasan akademik dan manajerial, meliputi:
1. penyusunan program;
2. pelaksanaan program;
3. evaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan;
4. membimbing dan melatih profesional Guru; dan
5. pelaksanaan tugas kepengawasan di daerah khusus.
c. Pengembangan profesi, meliputi:
1. menyusun karya tulis ilmiah; dan
2. membuat karya inovatif.
d. Penunjang tugas Pengawas Sekolah, meliputi:
1. peran serta dalam seminarllokakarya di bidang pendidikan
formallkepengawasan sekolah;
2. keanggotaan dalam organisasi profesi;
3. keanggotaan dalam tim penilai angka kredit jabatan fungsional
Pengawas Sekolah;
4. melaksanakan kegiatan pendukung pengawasan sekolah;
5. mendapat penghargaanltanda jasa; dan
6. memperoleh gelarlijazah yang tidak sesuai dengan bidang
yang diampunya.
BAB VI
JENJANG JABATAN DAN PANGKAT
Pasal 13
(1) Jenjang jabatan fungsional Pengawas Sekolah dari yang terendah
sampai dengan yang tertinggi, yaitu:
a. Pengawas Sekolah Muda;
b. Pengawas Sekolah Madya; dan
c. Pengawas Sekolah Utama.
(2) Jenjang pangkat Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada
ayat (I), sesuai dengan jenjang jabatannya, yaitu:
a. Pengawas Sekolah Muda:
1. Penata, golongan ruang Illlc; dan
2. Penata Tingkat I, golongan ruang Illld.
b. Pengawas Sekolah Madya:
1. Pembina, golongan ruang IVIa;
2. Pembina Tingkat I, golongan ruang IVIb; dan
3. Pembina Utama Muda, golongan ruang IVIc.
c. Pengawas Sekolah Utama:
1. Pembina Utama Madya, golongan ruang IVId; dan
2. Pembina Utama, golongan ruang IVIe.
(3) Jenjang pangkat untuk masing-masing jabatan fungsional
Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah
jenjang pangkat dan jabatan berdasarkan jumlah angka kredit
yang dimiliki untuk masing-masing jenjang jabatan.
(4) Penetapan jenjang jabatan fungsional Pengawas Sekolah
ditetapkan berdasarkan jumlah angka kredit yang dimiliki setelah
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit
sehingga dimungkinkan pangkat dan jabatan tidak sesuai dengan
pangkat dan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB VII
RlNClAN KEGIATAN DAN UNSUR YANG DlNlLAl
Pasal 14
Rincian kegiatan Pengawas Sekolah sesuai dengan jenjang jabatan,
sebagai berikut:
a. Pengawas Sekolah Muda:
1. menyusun program pengawasan;
2. melaksanakan pembinaan Guru;
3. memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar penilaian;
4. melaksanakan penilaian kinerja Guru;
5. melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan pada sekolah binaan;
6. menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional
Guru di KKGIMGMPIMGP dan sejenisnya;
7. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru;
dan
8. mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional
Guru.
b. Pengawas Sekolah Madya sebagai berikut:
1. menyusun program pengawasan;
2. melaksanakan pembinaan Guru danlatau kepala sekolah;
3. memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian
pendidikan;
4. melaksanakan penilaian kinerja Guru danlatau kepala sekolah;
5. melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan pada sekolah binaan;
6. menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional
Guru danlatau kepala sekolah di KKGIMGMPIMGP danlatau
KKKSIMKKS dan sejenisnya;
7. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru
danlatau kepala sekolah;
8. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah
dalam menyusun program sekolah, rencana kerja,
pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem
informasi dan manajemen;
9, mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional
Guru danlatau kepala sekolah; dan
10. membimbing pengawas sekolah muda dalam melaksanakan
tugas pokok.
c. Pengawas Sekolah Utama sebagai berikut:
1. menyusun program pengawasan;
2. melaksanakan pembinaan Guru dan kepala sekolah;
3. memantau pelaksanaan standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian
pendidikan;
4. melaksanakan penilaian kinerja Guru dan kepala sekolah;
5. melaksanakan evaluasi hasil pelaksanaan program
pengawasan pada sekolah binaan;
6. mengevaluasi hasil pelaksanaan program pengawasan tingkat
kabupatenlkota atau provinsi;
7. menyusun program pembimbingan dan pelatihan profesional
Guru dan kepala sekolah di KKGIMGMPIMGP danlatau
KKKSIMKKS dan sejenisnya;
8. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru
dan kepala sekolah;
9. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan kepala sekolah
dalam menyusun program sekolah, rencana kerja,
pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem
informasi dan manajemen;
10.mengevaluasi hasil pembimbingan dan pelatihan profesional
Guru dan kepala sekolah;
I I. mernbimbing pengawas sekolah muda dan pengawas sekolah
madya dalam melaksanakan tugas pokok; dan
12. melaksanakan pembimbingan dan pelatihan profesional Guru
dan kepala sekolah dalam pelaksanaan penelitian tindakan.
Pasal 15
(1) Unsur kegiatan yang dinilai dalam memberikan angka kredit, terdiri
atas:
a. unsur utama; dan
b. unsur penunjang.
(2) Unsur utama, terdiri atas:
a. pendidikan;
b. pengawasan akademik dan manajerial; dan
c. pengembangan profesi.
(3) Unsur penunjang adalah kegiatan yang mendukung
pelaksanaan tugas Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf d.
(4) Rincian kegiatan dan angka kredit masing-masing kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (A), ayat (2), dan ayat (3)
adalah sebagaimana tersebut dalam Lampiran I Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
ini.
Pasal 16
Pengawas Sekolah yang dijatuhi hukuman disiplin berat berupa
pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah,
melaksanakan tugas pokok sesuai dengan jabatan baru yang
didudukinya.
Pasal 17
(1) Jumlah angka kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh
setiap PNS untuk dapat diangkat dalam jabatan dan kenaikan
jabatanlpangkat Pengawas Sekolah untuk:
a. Pengawas Sekolah dengan pendidikan Sarjana (S1)IDiploma
IV adalah sebagaimaria tersebut dalam Lampiran II Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi ini.
b. Pengawas Sekolah dengan pendidikan Magister (S2) adalah
sebagaimana tersebut dalam Lampiran Ill Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi ini.
c. Pengawas Sekolah dengan pendidikan Doktor (S3) adalah
sebagaimana tersebut dalam Lampiran IV Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi ini.
(2) Jumlah angka kredit kumulatif minimal sebagaimana dimaksud
pada ayat (Ia)d alah:
a. paling rendah 80% (delapan puluh persen) angka kredit
berasal dari unsur utama, tidak termasuk unsur pendidikan;
dan
b. paling tinggi 20% (dua puluh persen) angka kredit berasal dari
unsur penunjang.
(3) Untuk kenaikan jabatanlpangkat setingkat lebih tinggi dari
Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang Ill/c
sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina
Utama, golongan ruang IVle wajib melakukan kegiatan
pengembangan profesi.
Pasall8
(1) Pengawas Sekolah yang memiliki angka kredit melebihi angka
kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatanlpangkat setingkat
lebih tinggi, kelebihan angka kredit tersebut diperhitungkan untuk
kenaikan jabatanlpangkat berikutnya.
Pengawas Sekolah pada tahun pertama telah memenuhi atau
melebihi angka kredit yang dipersyaratkan untuk kenaikan pangkat
dalam masa pangkat yang didudukinya, maka pada tahun kedua
wajib mengumpulkan paling kurang 20 % (dua puluh persen)
angka kredit dari jumlah angka kredit yang dipersyaratkan untuk
kenaikan jabatanlpangkat setingkat lebih tinggi yang berasal dari
tugas pokok Pengawas Sekolah.
Pasall9
(1) Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang Illlc
ya'ng akan naik pangkat menjadi Pengawas Sekolah Muda,
pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang Illld angka kredit
kumulatif yang dipersyaratkan paling sedikit 6 (enam) angka kredit
harus berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(2) Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata Tingkat I, golongan
ruang Illld yang akan naik jabatanlpangkat menjadi Pengawas
Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IV/a angka
kredit kumulatif yang dipersyaratkan paling sedikit 8 (delapan)
angka kredit harus berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(3) Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang
IVIa yang akan naik pangkat menjadi Pembina Tingkat I, golongan
ruang IVIb angka kredit kumulatif yang dipersyaratkan paling
sedikit 10 (sepuluh) angka kredit harus berasal dari kegiatan
pengembangan profesi.
(4) Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat I, golongan
ruang IV/b yang akan naik pangkat menjadi Pembina Utama
Muda, golongan ruang IV/c angka kredit kumulatif yang
dipersyaratkan paling sedikit 12 (dua belas) angka kredit harus
berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
(5) Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Utama Muda,
golongan ruang IV/c yang akan naik jabatanlpangkat menjadi
Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama Madya,
golongan ruang IV/d angka kredit kumulatif yang dipersyaratkan
paling sedikit 14 (empat belas) angka kredit harus berasal dari
kegiatan pengembangan profesi.
(6) Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama Madya,
golongan ruang IV/d yang akan naik pangkat menjadi Pembina
Utama, golongan ruang IVIe angka kredit kumulatif yang
dipersyaratkan paling sedikit 16 (enam belas) angka kredit harus
berasal dari kegiatan pengembangan profesi.
Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan ruang
IV/e setiap tahun sejak menduduki jenjang jabatanlpangkatnya wajib
mengumpulkan paling kurang 25 (dua puluh lima) angka kredit yang
berasal dari tugas pokok.
Pasal21
(1) Pengawas Sekolah yang secara bersama membuat karya
tulislilmiah di bidang pendidikanlpengawasan akademik dan
manajerial pada satuan pendidikan diberikan angka kredit dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. apabila terdiri dari 2 (dua) orang penulis maka pembagian
angka kreditnya adalah 60% (enam puluh persen) untuk
penulis utama dan 40% (empat puluh persen) untuk penulis
pembantu.
b. apabila terdiri dari 3 (tiga) orang penulis maka pembagian
angka kreditnya adalah 50% (lima puluh persen) untuk penulis
utama dan masing-masing 25% (dua puluh lima persen) untuk
penulis pembantu.
c. apabila terdiri dari 4 (empat) orang penulis maka pembagian
angka kreditnya adalah 40% (empat puluh persen) untuk
penulis utama dan masing-masing 20% (dua puluh persen)
untuk penulis pembantu.
(2) Jumlah penulis pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling banyak 3 (tiga) orang.
BAB Vl l l
PENlLAlAN DAN PENETAPAN ANGKA KREDIT
(1) Untuk kelancaran penilaian dan penetapan angka kredit setiap
Pengawas Sekolah wajib mencatat dan menginventarisasi seluruh
kegiatan yang dilakukan.
(2) Penilaian dan penetapan angka kredit terhadap setiap kegiatan
Pengawas Sekolah dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam
setahun.
(3) Penilaian dan penetapan angka kredit bagi Pengawas Sekolah
yang akan dipertimbangkan untuk naik pangkat dilakukan 2 (dua)
kali dalam 1 (satu) tahun yaitu 3 (tiga) bulan sebelum periode
kenaikan pangkat PNS.
Pasal 23
(1) Pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit, adalah:
a. Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk
setingkat eselon 1 bagi Pengawas Sekolah Madya, pangkat
Pembina Tingkat I, golongan ruang IVIb sampai dengan
Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan
ruang IVIe di lingkungan instansi pusat dan daerah.
b. Direktur Jenderal Kementerian Agama yang membidangi
pendidikan bagi Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina,
golongan ruang IVIa di lingkungan Kerr~enterianA gama.
c. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi bagi
Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang
Illlc dan pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang Illld di
lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama.
d. Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan bagi
Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang
Illlc sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat
Pembina, golongan ruang IVIa di lingkungan Provinsi;
e. BupatiNValikota atau Kepala Dinas yang membidangi
pendidikan bagi Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata,
golongan ruang Illlc sampai dengan Pengawas Sekolah
Madya, pangkat Pembina, golongan ruang IVIa di lingkungan
KabupatenIKota.
f. Pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk bagi
Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang
Illlc sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat
Pembina, golongan ruang IVIa di lingkungan instansi pusat di
luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian
Agama.
(2) Dalam menjalankan kewenangannya, pejabat sebagaimana
dimaksud pada ayat (I), dibantu oleh:
a. Tim penilai Kementerian Pendidikan Nasional atau pejabat lain
yang ditunjuk setingkat eselon 1 bagi Menteri Pendidikan
Nasional yang selanjutnya disebut tim penilai Pusat.
b. Tim penilai Direktorat Jenderal Kementerian Agama bagi
Direktur Jenderal Kementerian Agama yang membidangi
pendidikan yang selanjutnya disebut tim penilai Kementerian
Agama.
c. Tim penilai Kantor Wilayah Kementerian Agama bagi Kepala
Kantor Wilayah Kementerian Agama yang selanjutnya tirn
penilai Kantor Wilayah.
d. Tim penilai Provinsi bagi Gubernur atau Kepala Dinas yang
membidangi pendidikan yang selanjutnya disebut tim penilai
Provinsi.
e. Tim penilai KabupatenIKota bagi BupatiNValikota atau Kepala
Dinas yang membidangi pendidikan yang selanjutnya disebut
tim penilai KabupatenJKota.
f. Tim penilai lnstansi Pusat di luar Kementerian Pendidikan
Nasional dan Kementerian Agama bagi pimpinan instansi pusat
atau pejabat lain yang ditunjuk, yang selanjutnya disebut tim
penilai Instansi.
(3) Tim penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
terdiri dari unsur Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian
Agama, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, dan Badan Kepegawaian Negara.
(1) Tim penilai angka kredit jabatan fungsional Pengawas Sekolah
terdiri dari unsur teknis, unsur kepegawaian, dan pejabat
fungsional Pengawas Sekolah.
Susunan anggota tim penilai adalah sebagai berikut:
a. Seorang Ketua rnerangkap anggota dari unsur teknis;
b. Seorang Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Seorang Sekretaris merangkap anggota dari unsur
kepegawaian; dan
d. Paling kurang 4 (empat) orang anggota.
Syarat anggota tim penilai adalah:
a. menduduki jabatanlpangkat paling rendah sama dengan
jabatanlpangkat Pengawas Sekolah yang dinilai;
b. memiliki keahlian serta mampu untuk menilai prestasi kerja
Pengawas Sekolah; dan
c. dapat aktif melakukan penilaian.
Anggota Tim Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d, paling kurang 2 (dua) orang dari pejabal fungsional Pengawas
Sekolah.
Anggota Tim Penilai Provinsi/Kabupaten/Kota pada ayat (2) huruf
d, paling kurang 1 (satu) orang dari unsur BKD Provinsil
KabupatenIKota.
Anggota tirn penilai jabatan fungsional Pengawas Sekolah harus
lulus pendidikan dan pelatihan calon tirn penilai dan mendapat
sertifikat dari Menteri Pendidikan Nasional.
Apabila tim penilai instansi belum dibentuk, penilaian angka kredit
Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim penilai Pusat.
Apabila tim penilai KabupatenlKota belum dibentuk, penilaian
angka kredit Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim
penilai KabupatenIKota lain terdekat atau tim penilai Provinsi yang
bersangkutan atau tim penilai Pusat.
Apabila tim penilai Provinsi belum dibentuk, penilaian angka kredit
Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim penilai Provinsi
lain terdekat atau tirn penilai Pusat.
Apabila tim penilai Kantor Wilayah belum dibentuk, penilaian
angka kredit Pengawas Sekolah dapat dimintakan kepada tim
penilai Kantor Wilayah terdekat atau tirn penilai Kementerian
Agama.
(5) Pembentukan dan susunan anggota tim penilai ditetapkan oleh:
a. Menteri Pendidikan Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk
setingkat eselon I untuk tim penilai Pusat;
b. Direktur Jenderal Kementerian Agama yang membidangi
pendidikan untuk tirn penilai Kementerian Agama;
c. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi untuk tirn
penilai Kantor Wilayah;
d. Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan
untuk tirn penilai Provinsi;
e. BupatiNValikota atau Kepala Dinas yang membidangi
pendidikan untuk tirn penilai KabupatenIKota; dan
f. Pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk di luar
Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama
untuk tirn penilai instansi.
Pasal26
(I) Masa jabatan anggota tirn penilai adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali untuk masa jabatan berikutnya.
(2) PNS yang telah menjadi anggota tirn penilai dalam 2 (dua) masa
jabatan berturut-turut, dapat diangkat kembali setelah melampui
tenggang waktu 1 (satu) masa jabatan.
(3) Dalam ha1 terdapat anggota tirn penilai yang ikut dinilai, maka
Ketua tim penilai dapat mengangkat anggota tirn penilai
pengganti.
Pasal 27
Tata kerja tim penilai dan tata cara penilaian angka kredit jabatan
fungsional Pengawas Sekolah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan
Nasional selaku Pimpinan lnstasi Pembina jabatan fungsional
Pengawas Sekolah.
Pasal28
Usul penetapan angka kredit Pengawas Sekolah diajukan oleh:
a. Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Gubernur atau Kepala
Dinas yang membidangi pendidikan, BupatiNValikota atau Kepala
Dinas yang membidangi pendidikan, Pimpinan lnstansi Pusat di
luar Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama
atau pejabat lain yang ditunjuk kepada Menteri Pendidikan
Nasional atau pejabat lain yang ditunjuk setingkat eselon I untuk
angka kredit Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina Tingkat
I, golongan ruang IVIb sampai dengan Pengawas Sekolah Utama,
pangkat Pembina Utama, golongan ruang 1VIe di lingkungan
instansi pusat dan daerah.
b. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi kepada
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama untuk angka kredit
Pengawas Sekolah Madya, pangkat Pembina, golongan ruang
IVla di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi.
c. Kepala Kantor Kementerian Agama KabupatenIKota kepada
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi untuk angka
kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang
Illlc dan pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang Illld di
lingkungan Kantor Kementerian Agama KabupatenIKota.
d. Pejabat eselon Ill yang membidangi kepegawaian kepada
Gubernur atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan untuk
angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan
ruang Illlc sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat
Pembina, golongan ruang IVIa di lingkungan Provinsi.
e. Pejabat eselon Ill yang membidangi kepegawaian kepada
BupatiNValikota atau Kepala Dinas yang membidangi pendidikan
untuk angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata,
golongan ruang Illlc sampai dengan Pengawas Sekolah Madya,
pangkat Pembina, golongan ruang IVIa di lingkungan
KabupatenIKota.
f. Pejabat eselon Ill yang membidangi kepegawaian kepada
pimpinan instansi pusat atau pejabat lain yang ditunjuk untuk
angka kredit Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan
ruang Illlc sampai dengan Pengawas Sekolah Madya, pangkat
Pembina, golongan ruang 1Vla di lingkungan instansi pusat di luar
Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama.
Pasal 29
(1) Angka kredit yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
menetapkan angka kredit, digunakan untuk mempertimbangkan
kenaikan jabatanlpangkat Pengawas Sekolah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
(2) Keputusan pejabat yang berwenang menetapkan angka kredit,
tidak dapat diajukan keberatan oleh Pengawas Sekolah yang
bersangkutan.
BAB IX
PENGANGKATAN DALAM JABATAN FUNGSIONAL
PENGAWAS SEKOLAH
Pasal 30
Pejabat yang berwenang mengangkat Guru PNS dalam jabatan
fungsional Pengawas Sekolah adalah pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
Pasal31
(1) PNS yang diangkat dalam jabatan Pengawas Sekolah harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. masih berstatus sebagai Guru dan memiliki sertifikat pendidik
dengan pengalaman mengajar paling sedikit 8 (delapan) tahun
atau Guru yang diberi tugas tarnbahan sebagai kepala
sekolahlmadrasah paling sedikit 4 (empat) tahun sesuai
dengan satuan pendidikannya masing-masing;
b. berijazah paling rendah Sarjana (S1)IDiploma IV bidang
Pendidikan;
c. memiliki keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan bidang
pengawasan;
d. memiliki pangkat paling rendah Penata, golongan ruang Illlc;
e. usia paling tinggi 55 (linla puluh lima) tahun;
f. lulus seleksi calon Pengawas Sekolah;
g. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan fungsional calon
Pengawas Sekolah dan memperoleh STTPP; dan
h. setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) paling rendah bernilai
baik dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(2) Untuk menentukan angka kredit dan jenjang jabatan fungsional
Pengawas Sekolah digunakan angka kredit yang berasal dari
angka kredit jabatan fungsional Guru.
BAB X
FORMASI JABATAN FUNGSIONAL
PENGAWAS SEKOLAH
Pasal 32
(1) Di samping persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31,
pengangkatan PNS dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah
dilaksanakan sesuai formasi jabatan fungsional Pengawas
Sekolah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengangkatan PNS Pusat dalam jabatan fungsional Pengawas
Sekolah dilaksanakan sesuai dengan formasi jabatan
fungsional Pengawas Sekolah yang ditetapkan oleh Menteri
yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur
negara setelah mendapat pertimbangan Kepala Badan
Kepegawaian Negara;
b. Pengangkatan PNS Daerah dalam jabatan fungsional
Pengawas Sekolah dilaksanakan sesuai formasi jabatan
fungsional Pengawas Sekolah yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis
dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan
aparatur negara dan berdasarkan pertimbangan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
(2) Formasi jabatan fungsional Pengawas Sekolah sebagaimana
dimaksud pada ayat ( A ) , berdasarkan beban kerja Pengawas
Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diatur
sebagai berikut:
a. jumlah seluruh satuan pendidikan di provinsi/kabupaten/kota
dibagi jumlah sasaran pengawasan; atau
b. jumlah seluruh Guru di provinsi/kabupaten/kota dibagi sasaran
Guru yang dibina.
BAB XI
PEMBEBASAN SEMENTARA, PENGANGKATAN KEMBALI,
DAN PEMBERHENTIAN DALAM DAN DARl
JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS SEKOLAH
Pejabat yang berwenang membebaskan sementara, mengangkat
kembali, dan memberhentikan PNS dalam dan dari jabatan fungsional
Pengawas Sekolah adalah pejabat yang berwenang sesuai peraturan
perundang-undangan.
Bagian Pertama
Pembebasan Sementara
Pasal34
(1) Pengawas Sekolah Muda, pangkat Penata, golongan ruang Illlc
sampai dengan Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina
Utama Madya, golongan ruang IV/d dibebaskan sementara dari
jabatannya apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak
menduduki jenjang jabatanlpangkat terakhir tidak dapat
mengumpulkan angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan
pangkat setingkat lebih tinggi.
(2) Pengawas Sekolah Utama, pangkat Pembina Utama, golongan
ruang IVIe, dibebaskan sementara dari jabatannya apabila setiap
tahun sejak menduduki jabatanlpangkatnya tidak dapat
mengumpulkan paling kurang 25 (dua puluh lima) angka kredit dari
kegiatan tugas pokok.
(3) Di samping pembebasan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), Pengawas Sekolah dibebaskan sementara
dari jabatannya apabila:
a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat
berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3
(tiga) tahun atau pemindahan dalam rangka penurunan jabatan
setingkat lebih rendah;
b. diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil;
c. ditugaskan secara penuh di luar jabatan Pengawas Sekolah;
d. menjalani cuti di luar tanggungan negara; dan
e. melaksanakan tugas belajar selama 6 bulan atau lebih.
Bagian Kedua
Pengangkatan Kembali
(1) Pengawas Sekolah yang telah selesai menjalani pembebasan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan
ayat (2) apabila telah mengumpulkan angka kredit yang
ditentukan, diangkat kembali dalam jabatan fungsional Pengawas
Sekolah.
(2) Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf a dapat diangkat kembali
dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah paling kurang 1
(satu) tahun setelah pembebasan sementara.
(3) Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 34 ayat (3) huruf b, dapat diangkat kembali
dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah apabila berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi pidana
percobaan.
(4) Pengawas Sekolah yang dibebaskan sementara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf c, dapat diangkat kembali
dalam jabatan fungsional Pengawas Sekolah apabila berusia
paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun.
(5) Pengawas Sekolah yang telah selesai menjalani pembebasan
sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf
d dan e dapat diangkat kembali dalam jabatan fungsional
Pengawas Sekolah.
(6) Pengangkatan kembali dalam jabatan Pengawas Sekolah
sebagaimana dimaksud pada ayat (I), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) dengan menggunakan angka kredit terakhir yang dirniliki dan
dapat ditambah angka kredit dari tugas pokok Pengawas Sekolah
yang diperoleh selama pembebasan sementara.
Bagian Ketiga
Pemberhentian
Pengawas Sekolah diberhentikan dari jabatannya apabila:
a. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau tingkat berat berupa
penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun
atau pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih
rendah; dan
b. dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak dibebaskan sementara
dari jabatannya sebagairnana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dan ayat (2) tidak dapat mengumpulkan angka kredit yang
ditentukan.
BAB XI1
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal37
Prestasi kerja yang telah dilakukan Pengawas Sekolah sampai dengan
ditetapkannya petunjuk pelaksanaan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini, dinilai
berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor 91/KEP/M.PAN/1012001.
Pada saat Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi ini ditetapkan, Pengawas Sekolah yang masih
memiliki pangkat Penata Muda, golongan ruang lllla dan pangkat
Penata Muda Tingkat I, golongan ruang Illlb melaksanakan tugas
sebagai Pengawas Sekolah Muda dan jumlah angka kredit kumulatif
minimal yang harus dipenuhi untuk kenaikan pangkat Pengawas
Sekolah, yaitu:
a. Pengawas Sekolah yang berijazah SLTAIDiploma I adalah
sebagaimana tersebut dalam Lampiran V Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi ini.
b. Pengawas Sekolah yang berijazah Diploma II adalah
sebagaimana tersebut dalam Lampiran VI Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi ini.
c. Pengawas Sekolah yang berijazah Diploma Ill adalah
sebagaimana tersebut dalam Lampiran VII Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi ini.
(1) Pengawas Sekolah yang belum memiliki ijazah Sl/DIV pada saat
berlakunya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi ini diwajibkan untuk memperoleh
ijazah Sl/DIV di bidang pendidikan.
(2) Pengawas Sekolah yang belum memiliki ijazah Sarjana
(SI)/Diploma IV sebagaimana dimaksud pada ayat (I), kenaikan
pangkatnya paling tinggi Penata Tingkat I, golongan ruang Ill/d
atau pangkat terakhir yang dimiliki pada saat Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
ini ditetapkan.
Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, setiap
tahun sejak menduduki pangkat Penata Tingkat I, golongan ruang Ill/d
atau pangkat terakhir yang dimiliki wajib mengumpulkan paling sedikit
15 (lima betas) angka kredit dari kegiatan tugas pokok.
BAB Xlll
KETENTUAN PENUTUP
Pasal41
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini diatur lebih lanjut oleh
Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal42
Dengan berlakunya Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ini, Keputusan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
91/KEP/M.PAN/10/2001 tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Sekolah dan Angka Kreditnya dinyatakan tidak berlaku.
Pasal43
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal.30. Desember 201 0
MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAANAPARATURNEGARA
PAN REFORMASI BIROKRASI,